MH education

Setiap rumus memiliki asal usulnya

BAB I
PENDAHULUAN
 A.     Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan salah satu usaha sadar manusia dalam mendidik dalam upaya meningkatkan kemampuan kemudian diiringi oleh  perubahan dan  peningkatan kualitas dan kuantitas pengetahuan manusia itu sendiri.
Belajar adalah salah satu aktivitas siswa yang terjadi di dalam lingkungan belajar. Belajar diperoleh melalui lembaga pendidikan formal dan nonformal. Salah satu lembaga pendidikan formal yang umum di Indonesia yaitu sekolah dimana di dalamnya terjadi kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan interaksi antara guru dan siswa. Tujuan belajar siswa sendiri adalah untuk mencapai atau memperoleh pengetahuan yang tercantum melalui hasil belajar yang optimal sesuai dengan kecerdasan intelektual yang dimilikinya.
Biasanya kemampuan siswa dalam belajar seringkali dikaitkan dengan kemampuan intelektualnya. Pengukuran kemampuan intelektual ini ditunjukkan oleh hasil tes IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan intelektual. Siswa dengan IQ > 110 tergolong kedalam siswa dengan kemampuan diatas rata-rata, siswa dengan rentang IQ 90-109 tergolong kedalam rata-rata normal, dan IQ < 90 tergolong kedalam rata-rata rendah atau siswa dengan kemampuan rendah.
Ada siswa dengan kecerdasan intelektual diatas rata-rata/rata-rata tinggi namun tidak menunjukkan prestasi yang memuaskan yang sesuai dengan kemampuannya yang diharapkan dalam belajar. Kemudian ada siswa yang mendapatkan kesempatan yang baik dalam belajar, dengan kemampuan yang cukup baik, namun tidak menunjukkan prestasi yang cukup baik dalam belajar. Dan ada pula siswa yang sangat bersungguh-sungguh dalam belajar dengan kemampuan yang kurang dan prestasi belajarnya tetap saja kurang.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hambatan dan masalah dalam proses belajar siswa itu sendiri, baik dalam prosesnya di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, guru selaku pendidik dituntut untuk selalu dpat memberikan dorongan/motivasi kepada siswanya yang kurang bersemangat dalam belajar dan meberikan solusi terhadap permasalahan belajar yang dihadapi siswanya.
B.     Rumusan Masalah
Dari Latar belakang masalah yang telah diuraikan, diberikan beberapa pokok rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
  1. Apakah pengertian masalah belajar?
  2. Apa sajakah jenis-jenis masalah belajar?
  3. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab masalah belajar yang dihadapi siswa?
  4. Bagaimanakah prosedur atau langkah-langkah penanganan masalah belajar yang dihadapi siswa?
C.     Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, diberikan beberapa tujuan dari perumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
  1. Mendeskripsikan pengertian masalah belajar
  2. Mendeskripsikan jenis-jenis masalah belajar
  3. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab masalah belajar
  4. Mendeskripsikan prosedur atau langkah-langkah penanganan masalah belajar siswa.
BAB II
MASALAH BELAJAR DAN PENANGANANNYA
 A.     Pengertian Masalah Belajar
1.      Pengertian Belajar
Skinner (1958) memberikan definisi belajar “Learning is a process progressive behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Skinner percaya bahwa proses adaptasi akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguatan (reinforcement). Ini berarti bahwa belajar akan mengarah pada keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Disamping itu belajar juga memebutuhkan proses yang berarti belajar membutuhkan waktu untuk mencapai suatu hasil.
Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua rumusan. Rumusan pertama berbunyi: “…acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience” (Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah process of acquiring responses as a result of special practice (Belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus).
Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dipahami secara umum bahwa belajar adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang relatif menetap diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya yang melibatkan proses kognitif.
2.      Pengertian Masalah Belajar
Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan.
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan.
Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.  “Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya” ( Anita E, Wool Folk, 1995 : 196 ).
Menurut (Garry dan Kingsley, 1970 : 15 ) “Belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas.
B.     Jenis-jenis Masalah Belajar
Dalam pengertian masalah belajar di atas, maka dapat dirincikan jenis-jenis siswa yang mengalami permasalahan dalam belajar, yaitu sebagai berikut:
  1. Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai dengan pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang sama. Sesuai dengan tujuan belajar yang tercantum dalam Kurikulum bahwa siswa dikatakan lulus atau tuntas dalam suatu pelajaran jika telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh tiap-tiap guru bidang studi. KKM dibuat berdasarkan intake (pencapaian) siswa di dalam kelas. Apabila seorang siswa tidak mencapai kriteria tersebut, maka yang bersangkutan dikatakan bermasalah dalam pelajaran tersebut.
  2. Siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yakni siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak menggunakan kemampuannya secara optimal. Belum tentu semua siswa yang terdapat dalam satu kelas memiliki kemampuan yang sama, ada beberapa siswa dengan kemampuan intelegensi diatas rata-rata bahkan super. Kondisi inilah yang menyebabkan si siswa cerdas ini harus menyesuaikan kebutuhan asupan kecerdasannya dengan kemampuan teman-teman sekelasnya, sehingga siswa yang seharusnya sudah berhak diatas teman-teman sebayanya dipaksa menerima kondisi sekitarnya.
  3. Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri (tingkat IQ yang diatas rata-rata). Maksudnya, yaitu siswa yang memiliki intelegensi diatas rata-rata normal tetapi tidak mencapai tujuan belajar yang optimal. Misalnya KKM pada Mata Pelajaran A sebanyak 65, kemudian nilai yang dicapainya 70. Padahal seharusnya dengan tingkat intelegensi seperti itu, yang bersangkutan bisa mendapat nilai minimal 80 bahkan lebih.
  4. Siswa yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus. Siswa yang mengalami kondisi seperti ini yakni siswa yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan sangat sering bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali Guru kehabisan ide untuk menangani siswa yang seperti ini, bimbingan pelajaran tambahan atau ekstra menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah semacam ini.
  5. Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni keadaan atau kondisi siswa yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera dan bermalas-malasan. Siswa yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi atau lingkungan apatis, yang tidak peduli terhadap perkembangan belajar siswa. Lingkungan keluarga yang apatis, yang tidak berperan dalam proses belajar anak bisa menyebabkan si anak menjadi masa bodoh, sehingga belajar menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja. Lingkungan masyarakat yang merupakan media sosialisasi turut berperan penting dalam proses memotivasi siswa itu sendiri.
  6. Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui dan sebagainya. Besarnya kesempatan yang diberikan oleh Guru untuk menyelesaikan tugas menyebabkan siswa mengulur-ulur pekerjaan yang seharusnya diselesaikan segera setelah diperintahkan, Guru yang terlalu disiplin dan berwatak tegas juga menjadi faktor berkurangnya perhatian (attention) yang seharusnya diberikan oleh siswa kepada Guru.
  7. Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas, yaitu siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan belajarnya. Seringkali materi pelajaran yang telah disampaikan oleh Guru pada pertemuan jauh sebelumnya kemudian siswa dituntut  untuk mengikuti dan menguasai materi pelajaran dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan si siswa menjadi tertekan dan terbebani oleh materi belajar yang banyak.
  8. Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama) dalam hubungan intersosial. Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak seumuran dan tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak atau siswa terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan yang serampangan, seperti berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang lebih tua, sering membuat kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat. Kemudian siswa yang bersangkutan membawa perilaku buruknya tersebut kedalam lingkungan sekolah yang lambat laun menyebabkan teman-teman lainnya terpengaruh dengan pola perilakunya, baik dalam berbicara ataupun dalam memperlakukan orang lain.
C.     Faktor-faktor Penyebab Masalah Belajar
1.      Hal-hal yang Berpengaruh Terhadap Proses Belajar
Dalam menunjang berhasilnya suatu proses belajar, terdapat beberapa hal pokok yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
  1. Faktor intern belajar
Dalam belajar siswa mengalami beragam masalah, jika mereka dapat menyelesaikannya maka mereka tidak akan mengalami masalah atau kesulitan dalam belajar. Terdapat berbagi faktor intern dalam diri siswa, yaitu:
  • Sikap Terhadap Belajar
  • Motivasi belajar
  • Konsentrasi belajar
  • Kemampuan mengolah bahan ajar
  • Kemampuan menyimpan perolehan hasil ajar
  • Menggali hasil belajar yang tersimpan
  • Kemampuan berprestasi
  • Rasa percaya diri siswa
  • Intelegensi dan keberhasilan belajar
  • Kebiasaan belajar
  • Cita-cita siswa
2. Faktor ekstern belajar
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor eksternal yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-faktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut:
  • Guru sebagai pembina siswa dalam belajar
  • Sarana dan prasarana pembelajarn
  • Kebijakan penilaian
  • Lingkungan sosial siswa di sekolah
  • Kurikulum sekolah
2.      Faktor-faktor Penyebab Masalah Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehaviour) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya masalah belajar terdiri dari dua macam, yakni:
  1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri.
  2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa itu sendiri.
Kedua faktor ini meliputi ragam keadaan sebagai berikut:
  1. Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yaitu:
1)   Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa;
2)   Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3)   Yang berdifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
2.  Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern siswa meliputi semua kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:
1)   Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara kedua orang tua, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2)   Lingkungan sekitar/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (pear group) yang nakal.
3)   Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat pendukung sarana belajar yang berkualitas rendah.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantaranya faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability(ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:
1)   Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca,
2)   Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis,
3)   Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985, Reber, 1988).
D.     Prosedur dan Langkah-langkah Penanganganan Masalah Belajar
1.      Identifikasi Kasus
Pada hari Sabtu, 28 Mei 2011 berlokasi di SMP Negeri 2 Labuapi Penulis melakukan observasi mengenai kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam belajar.
Dengan tujuan untuk mengetahui kendala atau masalah dalam belajar, Penulis melakukan pengamatan di salah satu kelas VIII.
Untuk mempermudah proses pengambilan sampel siswa yang kemungkinan memiliki masalah dalam belajar, Penulis berpedoman pada nilai raport semester 1 (ganjil) pada kelas tersebut.
Pada Leger Raport Semester 1 ditunjukkan bahwa mata pelajaran Bahasa Inggris adalah salah satu mata pelajaran dengan rata-rata kelas terendah. Oleh karena itu, Penulis mengambil 2 sampel (dalam hal ini siswa) yang mendapatkan nilai terendah dalam mata pelajaran tersebut atau siswa dengan nilai di bawah rata-rata kelas pada mata pelajaran yang bersangkutan.
2.      Identifikasi Masalah
Setelah menentukan sampel, Penulis mewancarai kedua sampel siswa ini untuk mendapatkan poin yang menjadi kendala utama dalam belajar. Dari wawancara tersebut, secara umum sampel A dan B memiliki kesamaan kendala, yaitu:
  1. Kesulitan belajar yang utama pada mata pelajaran Bahasa Inggris.
  2. Kendala utama dalam belajar Bahasa Inggris yaitu kurangnya menguasai kosakata (vocabulary) yang merupakan dasar (basic) dalam Bahasa Inggris.
  3. Kurangnya waktu yang dimanfaatkan untuk belajar, kebiasaan belajar hanya dilakukan jika ada Pekerjaan Rumah (PR) dari Guru.
3.      Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Dari poin-poin yang didapatkan melalui wawancara, dapat disimpulkan bahwa masalah utama siswa adalah kurangnya motivasi belajar yang kemudian tergambar melalui kebiasaan siswa itu sendiri, seperti tidak menghapal kosakata, kurangnya pemanfaatan waktu luang, belajar jika ada tugas, atau ulangan, dan lain sebagainya. Mereka mengikuti proses belajar mengajar seperti biasa, tetapi hasil dari proses belajar tersebut terlihat tidak cukup optimal, yang kemudian tergambar melalui nilai akhir yang berada di bawah angka rata-rata kelas.
4.      Identifikasi Alternantif Penanganan
Alternatif penanganan masalah belajar yang dalam hal ini kurangnya motivasi belajarmelibatkan beberapa pihak, yakni:
1)        Pemerintah, dalam hal ini peran Pemerintah adalah meciptakan motivasi belajar siswa. Hal ini berhubungan dengan posisi Pemerintah sebagai pemangku kebijakan, peran atau tanggung jawab Pemerintah yakni menciptakan kebijakan yang berhubungan dengan upaya peningkatan motivasi belajar siswa. Pemerintah harus membuat kebijakan yang memuat regulasi yang pas dan kompeherensif. Misalnya penetapan buku wajib yang benar-benar harus dipedomani oleh lembaga-lembaga pendidikan (sekolah), buku yang benar-benar beresensi jelas (buku yang menarik, yang berisi pengetahuan sekaligus mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar), bukan hanya buku yang monoton, yang itu-itu saja yang menyebabkan siswa menjadi jenuh dan enggan membacanya. Selain buku yang menarik, yang mampu memotivasi siswa, buku-buku yang berisi data faktual juga dibutuhkan yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Selain itu, Pemerintah yang memiliki wewenang untuk membuat kurikulum juga harus memuat dasar motivasi di dalamnya sebelum sekolah diberi kebijakan untuk membuat kurikulumnya sendiri, yang tentunya mengacu kepada pedoman kurikulum yang dibuat Pemerintah.
2)        Guru, dalam hal ini Guru memeliki kapasitas dan peranan yang besar dalam memotivasi siswa. Karena salah satu tugas Guru yakni sebagai agen pembelajaran, bagaimana seorang guru bisa menciptakan transfer pelajaran sekaligus motivasi kepada siswa-siswanya. Peran guru dalam memotivasi siswa dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:
  1. Guru melakukan sosialisasi tentang motivasi kepada siswa, motivasi yang diberikan bisa dalam bentuk ceramah singkat yang diberikan sebelum memulai proses pembelajaran. Selain itu, guru bersama guru mata pelajaran secara aktif berdiskusi dalam rangka menciptakan motivasi sehingga siswa-siswanya tidak mengalami kekurangan motivasi. Guru Bimbingan Konseling juga memiliki peranan yang cukup besar dalam hal memotivasi siswa, guru secara berkelanjutan memberikan penyuluhan dan motivasi kepada siswa baik secara perorangan (individu) maupun secara kelompok.
  2. Perubahan strategi/metode belajar sesuai dengan kondisi real siswa. Saat ini, metode belajar yang populer di Indonesia yang dikenal dengan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Aktif artinya ketika proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif untuk bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Inovatif artinya bagaimana guru menciptakan pembelajaran yang bisa membuat siswanya berpikir bahwa learning is fun, sehingga tertanam didalam pikiran siswanya tidak akan ada lagi perasaan tertekan dengan tenggat waktu pengumpulan tugas dan rasa bosan tentunya. Kreatif artinya  agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Efektif artinya bagaimana guru mampu menciptakan apa yang harus dikuasai oleh siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung tanpa menyia-nyiakan waktu. Dan Menyenangkan artinya suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi.
  3. Penggunaaan media belajar yang inovatif, yang mampu menarik perhatian dan meotivasi siswa. Penggunaan perangkat tambahan seperti LCD Projector atau OHP selain merupakan sarana untuk mempermudah penyampaian guru juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan perhatian belajar siswa. Sebab ada siswa yang mampu belajar cepat secara audio visual dan nonaudio visual.
3)        Orang tua, dalam hal ini orang tua memiliki peranan yang paling penting dalam memotivasi anaknya. Sebab sebagian besar waktu yang dihabiskan anak setelah sekolah yaitu di rumah. Setiap orang tua memiliki cara yang berebeda-beda dalam hal memotivasi anak-anaknya. Ada orang tua yang menunjang anaknya dengan sarana pelengkap belajar seperti pengadaan komputer, buku referensi, maupun peralatan tambahan yang mampu digunakan untuk mengakses internet. Adapula orang tua yang memberikan motivasi atau dorongan kepada anak-anaknya melaui wejangan-wejangan, penggunaann model, dan lain sebagainya.
4)        Masyarakat, dalam hal ini peranannya dalam menciptakan lingkungan yang kondusif, aman, nyaman dan tenteram. Seminimal mungkin tidak menciptakan suasana buruk yang bisa mempengaruhi bahkan merubah mental anak dalam hal ini siswa. Melakukan aksi-aksi yang dapat merubah tatanan paradigma dalam kehidupan bermasayarakat, sehingga dapat mengubah cara pandangan anak terhadap cara berperilaku. Lingkungan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting, bagaimana lingkungan memciptakan suasana bahwa siswa tidak hanya merasakan suasana belajar di dalam lingkungan sekolah, tetapi juga merasakannya di dalam lingkungan sekitar. Contohnya, Jogjakarta dan Malang merupakan kota dengan tujuan Pelajar dan Mahasiswa terbanyak. Kita bisa melihat bagaimana masyarakatnya menjaga kondusifitas suasana lingkungannya dan menjaga seminimal mungkin agar pelajarnya merasa bahwa lingkungan saya mendukung untuk belajar dan saya harus belajar, karena tidak ada masyarakat yang akan memberikan pengaruh buruk terhadap mereka.
Motivation is an essential condition of learning. Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi:
  1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
  2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
  3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar (siswa) dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
Dalam kaitan itu perlu diketahui  bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi adalah bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-kadang tepat, dan kadang-kadang juga bisa tidak kurang sesuai. Hal ini guru harus hati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para anak didik. Sebab mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah.
1.      Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik.
Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada juga, banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian semua itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang ditempuh oleh guru adalah bagaimana cara memberikan angka-angka dapat dikaitkan dengan values yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya.
2.      Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar.
3.      Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak dimanfaatkan dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.
4.      Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup tinggi. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.
5.      Memberi ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa membosankan dan bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru harus terbuka, maksudnya kalau ada ulangan harus diberitahukan kepada siswanya.
6.      Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
7.      Pujian
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.  Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempeartinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.
8.      Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu, guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.
9.      Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti  ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
10.   Minat
Motivasi sangat erat hubungannyadengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
  1. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan
  2. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau
  3. Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik
  4. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.
11.  Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk belajar.
Di samping bentuk-bentuk motivasi sebagaimana diuraikan di atas, sudah barang tentu masih banyak bentuk dan cara yang bisa dimanfaatkan. Hanya yang penting bagi guru adanya bermacam-macam motivasi itu dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat menghasilkan hasil belajar yang bermakna. Mungkin pada mulanya, karena ada sesuatu (bentuk ,otivasi) siswa itu rajin belajar, tetapi guru harus mampu melanjutkan dari tahap rajin belajar itu bisa diarahkan menjadi kegiatan belajar yang bermakna, sehingga hasilnya pun akan bermakna bagi kehidupan si subjek belajar.
BAB III
PENUTUP
 A.   Kesimpulan
Masalah belajar adalah suatu keadaan atau kondisi yang dialami oleh siswa sehingga dapat menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu ini dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak merugikan dan memberikan dampak buruk bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa dengan kemampuan rendah atau biasa-biasa saja, akan tetapi juga dapat dialami oleh siswa dengan tingkat kecerdasan di atas rata-rata normal atau tinggi.
Masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam belajar misalnya:
  1. Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai dengan pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang sama.
  2. Siswa yang mengalami keterlambatan akademik.
  3. Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri.
  4. Siswa yang sangat lambat dalam belajar.
  5. Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar.
  6. Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar.
  7. Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas.
  8. Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama) dalam hubungan intersosial
Faktor-faktor penyebab masalah belajar dapat berasal dari dalam diri siswa itu sendiri (intern) maupun dari luar diri siswa (ekstern).
Permasalahan utama yang dihadapi oleh sampel A dan B pada salah satu SMP (Sekolah Menengah Pertama) yakni masalah kurangnya motivasi belajar. Adapun solusi penyelesainnya yaitu dengan melibatkan pihak Pemerintah, Guru, Orang tua, dan lingkungan masyarakat yang memiliki peranan masing-masing.
B.   Saran
    1. Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan Makalah ini, sangat diharapkan akan adanya perbaikan.
    2. Diharapkan kepada para Guru agar lebih menyelenggarakan pembelajaran yang optimal terhadap anak didiknya dan memberikan pemahaman yang lebih luas tentang arti belajar itu sendiri.
    3. Diharapkan kepada Guru selaku pendidik untuk tidak hanya memfokuskan fungsinya selaku pengajar dan fasilitator, tetapi juga perannya selaku motivator sehingga sukses dalam proses pembelajaran.
KEPUSTAKAAN

Muntasir, Saleh. 1985. Pengajaran Terprogram. Jakarta: RAJAWALI PERS.
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Belajar. Cetakan ke-10. Jakarta: RAJAWALI PERS.
Halaman Website:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

| Designed by Colorlib